Siaran Pers ICONIST 2023: Masih Pentingkah Agama di Dunia Kontemporer?

Ciputat— Sekitar satu lustrum terakhir, kemanusiaan kita dihadapkan dengan beragam fenomena anyar. Perkembangan kecerdasan buatan (AI), misalnya saja, telah menjadi bagian inklusif dalam kehidupan beragama masyarakat. Chat GPT, sebagai salah satu model AI paling terkenal, mampu merumuskan saran-saran keagamaan menandingi saran langsung dari para pemuka agama.

Di aspek lain, agama juga menjadi dagangan para pelaku politik praktis dalam mendulang suara. Untuk kasus Indonesia, salah satu eksesnya yakni sempat menimbulkan segregasi kelompok yang disebut sebagai ‘cebong’ vs ‘kampret’.

Belum lagi, hasil survei Pew Research Center di 34 negara tahun 2020 terkait tingkat religiusitas bangsa-bangsa di dunia dalam survey bertajuk “The Global God Divide”, menunjukkan bahwa Indonesia menempati posisi pertama sebagai negara paling religius dengan angka 96 persen. Namun ironisnya data lainnya menunjukkan bahwa negara-negara yang memiliki angka religiusitas rendah justru adalah negara maju dengan indeks korupsi paling rendah menurut data Transparansi Internasional tahun 2021.

Lantas pertanyaannya, masih pentingkah agama di dunia kontemporer dengan perkembangan saat ini? Mengingat posisi agama bisa tergantikan mesin di satu sisi, dan di sisi lain justru menjadi jurus-jurus berpolitik para politisi. 

Mencoba merespon isu tersebut, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta) mengadakan konferensi internasional bertajuk “Religion (still) Matters: Navigating the Relevance of Religion Across the Issue of Environment, Renewable Technology, Artificial Intelligence and Social Inclusion”.

Acara tersebut berlangsung pada 6-8 November di Discovery Ancol, Jakarta. Ini adalah helatan keenam yang telah dilakukan LP2M dengan nama International Conference on Interreligious Studies, Sciences, and Technology (ICONIST). 

“Paling tidak ada 64 peserta yang berasal dari 15 negara akan hadir dalam kegiatan ini,” kata Prof. Amelia Fauzia selaku Ketua Pelaksana ICONIST. Dirinya melanjutkan bahwa para sarjana, praktisi, dosen, teknokrat, serta mahasiswa akan datang mendiskusikan berbagai isu krusial kontemporer yang terjadi di Indonesia, wilayah regional Asia Tenggara, dan dunia secara umum.

Adapun isu yang menjadi bahasan utama adalah demokrasi, pembangunan berkelanjutan, energi terbarukan, kecerdasan buatan, inklusi sosial, dan krisis lingkungan. “Semuanya adalah isu yang saat ini bukan hanya menjadi perhatian nasional, tapi juga global,” tutur Amel yang juga bertindak sebagai Ketua LP2M UIN Jakarta.

Selain itu, ICONIST 2023 ingin menempatkan posisi tawar agama di Indonesia di berbagai irisan isu-isu global. Selama ini, agama dianggap marjinal dalam proses pembangunan sebuah negara. Pada titik tertentu, agama bahkan dianggap menjadi beban bagi kemajuan bangsa. “Justru, kita ingin memperlihatkan bahwa agama bisa menjadi élan vital dalam berbagai lini kehidupan berbangsa dan bernegara,” terang perempuan yang kerap disapa Amel tersebut. 

Lebih jauh, ICONIST ingin memperlihatkan bagaimana agama, sains, dan teknologi bisa saling terintegrasi untuk bisa berkontribusi bagi kemanusiaan kita. “Lewat ICONIST, kita mencoba memperlihatkan how to make religion, science, and technology serve human wellbeing,” tegas Amel.

Pada ICONIST tahun ini, LP2M UIN Jakarta berkolaborasi dengan banyak mitra. “Isu-isu yang jadi pembahasan ICONIST 2023 merupakan isu-isu yang beririsan dan lintas sektoral. Maka perlu banyak lembaga dan orang yang memikirkan sekaligus mencari solusi bersama masalah-masalah tersebut,” terang Fathudin, sekretaris LP2M.

Setidaknya ada 10 mitra yang bekerjasama dengan LP2M UIN Jakarta. Lembaga nasional yakni Lakpesdam PBNU, Maarif Institute, El Bukhari Institute,  Filantropi Indonesia, Indika Foundation, dan Bank BJB. Beberapa lembaga internasional bahkan turut sumbang pikir, misalnya seperti University of New South Wales (UNSW) Sydney, Peace Research Institute Oslo (PRIO) Norwegia, dan De La Salle University Southeast Asia Research Center and Hub. “Kemitraan ini menguatkan dan mensinergikan kerja-kerja antar lembaga menjadi kolaborasi pentahelix antar universitas, lembaga penelitian, organisasi masyarakat sipil, media, dan industri”, sambung Fathudin.

Tentu saja, tidak ketinggalan juga para arif dan cendekiawan yang turut hadir dalam ICONIST 2023. Prof. Siti Ruhaini Dzuhayati, Staf Khusus Presiden (2019-2024), dan Ulil Abshar Abdalla, ketua PBNU (2023-2027) hadir memberikan pidato kunci untuk mengawali diskusi. Ditambah, ada sesi diskusi pleno yang akan diisi oleh sarjana-sarjana hebat dunia seperti Prof. Robert Hefner (Boston University), Prof. Minako Sakai (UNSW & Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia 2023), Kaja Borchgrevink (PRIO, Norwegia), dan lainnya.

Pembukaan dan penutupan kegiatan sendiri akan disiarkan melalui fasilitas livestreaming di akun resmi Youtube UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Link siaran bisa diakses di laman https://www.youtube.com/watch?v=O-wEL8A3xOk. (EAG).