JAKARTA, Indonesia — Pengadilan memutuskan pada hari Kamis bahwa Presiden Joko Widodo dan enam pejabat tinggi lainnya telah lalai memenuhi hak warga negara atas udara bersih dan memerintahkan mereka untuk memperbaiki kualitas udara yang buruk di Jakarta, ibu kota.
Panel Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan suara 3 banding 0 untuk mendukung 32 warga yang mengajukan gugatan pada Juli 2019 terhadap presiden dan tiga menteri kabinet — urusan dalam negeri, kesehatan dan lingkungan — serta gubernur Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Gugatan itu mencari lingkungan hidup yang sehat di kota, salah satu yang paling tercemar di dunia. Para penggugat – yang meliputi aktivis, tokoh masyarakat, pengemudi ojek dan orang-orang yang menderita penyakit terkait polusi – tidak meminta kompensasi finansial, tetapi menuntut pengawasan dan sanksi yang lebih kuat bagi para pencemar.
Hakim ketua, Saifuddin Zuhri, mengatakan tujuh pejabat tersebut harus mengambil tindakan serius untuk menjamin hak-hak masyarakat di Jakarta dengan memperketat regulasi kualitas udara dan melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem, berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jakarta memiliki 10 juta penduduk, dan tiga kali lipat dari jumlah itu tinggal di wilayah metropolitannya yang lebih besar.
Jakarta rawan banjir dan cepat tenggelam karena pengambilan air tanah yang tidak terkendali. Itu telah berderit di bawah beban disfungsinya, menyebabkan polusi besar-besaran ke sungai dan mencemari air tanah yang memasok kota.
Kemacetan diperkirakan menelan biaya ekonomi $6,5 miliar per tahun.