Upaya ketahanan bencana Indonesia diperkenalkan pada konferensi PRiMO

Bencana adalah masalah lokalitas. Oleh karena itu, ketahanan masyarakat menjadi sangat penting

Jakarta (ANTARA) – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkenalkan cara Indonesia membangun ketahanan bencana dalam konferensi Pacific Risk Management ‘Ohana (PRiMO) yang diselenggarakan di Honolulu, Hawaii, AS, pada 3-6 April 2023.

Deputi Bidang Logistik dan Peralatan BNPB Lilik Kurniawan beserta beberapa staf lainnya mewakili Indonesia dalam konferensi yang dihadiri para pemangku kepentingan negara-negara Kepulauan Pasifik di bidang mitigasi bencana.

Kurniawan, dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu, mengatakan, program Desa Tangguh Bencana (Destana) merupakan salah satu cara yang ditempuh Indonesia untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam proses mitigasi bencana.

“Bencana merupakan isu lokalitas. Oleh karena itu, ketangguhan masyarakat menjadi sangat penting. Program Desa Tangguh Bencana melibatkan peran aktif masyarakat yang didukung oleh pemerintah daerah, akademisi, dan lembaga usaha,” ujarnya.

Menurutnya, program Destana memiliki 20 indikator dan prioritas di bidang ekonomi, lingkungan, dan inklusi. Program tersebut disesuaikan dengan risiko dan potensi bencana di daerah masing-masing.

“Destana di kawasan pesisir memiliki upaya kesiapsiagaan tsunami dan adaptasi perubahan iklim,” ujarnya.

Selain memperkuat ketahanan masyarakat, otoritas juga perlu membenahi struktur bangunan seperti rumah, sekolah, kantor, tempat ibadah, fasilitas kesehatan, pasar, dan fasilitas umum, untuk meminimalisir dampak pascabencana.

Konsep tersebut diimplementasikan dengan mengidentifikasi risiko lokal, meningkatkan peran otoritas lokal, dan menyiapkan tindakan lokal melalui penguatan infrastruktur, manajemen risiko bencana, dan pendidikan, jelasnya.

Kurniawan menjelaskan Indonesia merupakan negara kepulauan yang rawan bencana dengan lebih dari 17.500 pulau. Seperti negara Kepulauan Pasifik lainnya, Indonesia memiliki risiko bencana dan dampak perubahan iklim yang tinggi. Oleh karena itu, kerjasama dan pertukaran pengetahuan berbasis kearifan lokal menjadi penting.

Selain itu, lanjutnya, Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 81.000 kilometer, terpanjang kedua setelah Kanada. Untuk itu, dibangun infrastruktur hijau, hijau percampuran, dan abu-abu di kota-kota pesisir sebagai upaya mitigasi.

Berita terkait: Indonesia butuh sistem ketahanan bencana berbasis wilayah: Bappenas
Berita terkait: Dana desa bisa bantu bangun masyarakat tangguh bencana: kementerian
Berita terkait: BNPB antisipasi bencana jelang mudik Lebaran 2023

Translated by: Devi Nindy, Raka Adji
Editor: Sri Haryati
HAK CIPTA © ANTARA 2023